Dipublish pada:
“Maka Kami pun memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.” (QS. al-Anbiya [21]: 84)
Setelah Allah SWT membuka tabir melalui sakit yang dideritanya, Nabi Ayub mendapat kesembuhan setelah Allah memintanya menghentakkan kaki dan mandi serta minum dari air yang dikeluarkannya. Nabi Ayub as mengungkap syukur penuh khidmat. Ia mendapatkan pengalaman luar biasa yang mampu memelihara bahkan meningkatkan keimanannya. Keyakinannya kepada Allah semakin memuncak karena ia mengalami pengalaman spiritual (melalui sakitnya) yang membawanya kepada derajat keyakinan haqqul yaqin.
Kesehatannya pulih. Kekayaannya merajai kembali. Setiap orang mendekati dan menyanjungnya lagi. Namun jamuan Nabi Ayub kepada mereka tidaklah sama. Karena beliau memiliki kesadaran baru. Ya, kesadaran bahwa orang yang ada di sekitarnya memiliki motif berbeda. Ada yang tulus, tapi tidak sedikit juga yang modus. Oleh karenanya, Nabi Ayub as senantiasa mengkritisi dan menguji agar tiap orang tergugah fitrahnya untuk menghadirkan ketulusan semata.
Dampak yang terjadi begitu besar. Masyarakatnya menjadi tidak leluasa bila mendekat kepadanya tanpa makna. Jiwa bertemu dengan jiwa. Harapan hadirnya generasi yang tulus dari jiwa Nabi Ayub tertransfer kepada mereka. Menjadi bagian dari masyarakat Nabi Ayub begitu disikapi dengan seriusnya.
Masyarakat Nabi Ayub menjadi teruji. Mereka terkondisi untuk mengaktualisasikan iman dengan benar. Harapan mendapatkan limpahan materi dunia lenyap seketika berganti keinginan kuat meraih rida-Nya semata. Dua kekuatan pun menjadi satu. Nabi Ayub (sebagai pucuk pimpinan) mengimami dengan tegas dan lugas di hadapan masyarakat (makmum)nya yang memendam semangat mengabdi tanpa sarat.
Masyarakat Nabi Ayub as menjadi makmur dan sejahtera. Tidak hanya terlihat dalam bidang ekonomi, juga dalam amal bakti. Inilah buah keimanan yang dijalankan dengan total. Ia akan mengawal kita selalu berada dalam track fii sabilillah. Oleh karenanya, dalam setiap nasihatnya Nabi Ayub senantiasa berpesan agar total dalam keyakinan dan amal demi meraih skenario hidup terbaik.
Dalam suasana demikian, tiba-tiba malaikat Izrail datang. Nabi Ayub kaget dan bertanya apakah ia bermaksud mencabut nyawanya? Malaikat Izrail menyampaikan kedatangannya dalam rangka berkunjung saja. Nabi Ayub as lalu menjamunya dengan perbincangan yang diakhiri dengan permohonan agar malaikat Izrail berkenan memberitahunya sebelum ajalnya tiba.
Hari berganti minggu, dan beberapa tahun pun dilewati. Hingga suatu saat Nabi Ayub didatangi malaikat Izrail lagi. Ia pun kaget. Namun, kekagetannya hilang karena teringat dengan pernyataan malaikat Izrail bahwa ia akan memberitahu kedatangan ajalnya. Ia menduga kedatangannya hendak berkunjung sebagaimana pertemuan pertamanya.
Namun ternyata malaikat Izrail mengatakan ia akan mencabut nyawanya karena ajal Nabi Ayub telah tiba. Kaget luar biasa. Nabi Ayub as pun bertanya perihal pernyataan Izrail yang akan memberitahunya saat ajalnya akan tiba. Ia bertanya heran.
Malaikat Izrail menjawab tuntas, ia tidak pernah berdusta apalagi lalai dengan senantiasa menyampaikan tanda ajal kematian Nabi Ayub as. yang semakin hari kian mendekat. Perubahan warna rambut yang asalnya hitam menjadi putih, dan tenaga Nabi Ayub yang asalnya kuat menjadi lemah adalah di antara informasi yang disampaikan pertanda kedatangan ajal semakin dekat. Namun sayang, Nabi Ayub tidak peka merasakannya. Oleh karena kematian tidak bisa dimajukan maupun dimundurkan, maka saat itu pun malaikat Izrail mencabut nyawa Nabi Ayub as, dan beliau menerimanya dengan ikhlas. Wallahu a’lam. []
Sumber: Majalah Swadaya Edisi Agustus 2019