Dipublish pada:
DTPEDULI.ORG | BANDUNG - Senyum dan tawa bercampur rasa gugup terlihat jelas di wajah-wajah penyandang difabel tuna daksa pada Rabu (14/5/2025) pagi. Hari itu adalah hari pertama sepuluh peserta difabel mempraktikan langsung keahlian yang telah mereka pelajari selama delapan hari terakhir di Pelatihan Barbershop DT Peduli.
Pantang Meminta-minta
Eko akhirnya mendapat giliran untuk menunjukan keahlian yang sudah dipelajarinya. Tuna daksa dengan kaki berbeda dan memiliki tiga jari tidak meruntuhkan tekadnya untuk bisa hidup mandiri. Pantang baginya, meminta-minta kepada orang lain. Prinsip tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah selalu dipegangnya kuat-kuat di mana pun dia berada.
“Jangan sampai jadi orang yang meminta-minta. Karena ajaran, lebih baik tangan di atas daripada tangan di bawah,” tegasnya saat ditemui di sela praktik.
Perjalanan Eko memang tidak mudah. Terlahir sebagai tuna daksa membuatnya sempat bertanya-tanya tentang keadilan Allah yang menciptakannya. Hidupnya seperti digariskan untuk susah dalam segala hal.
Apapun dilakukan dengan segala keterbatasannya. Semua jenis serabutan yang memberi ruang untuknya untuk terus berkarya tidak dilewatkan. Terakhir, sebelum dia datang mengikuti pelatihan ini, Eko bekerja di Pasar Tanah Abang sebagai pemeras kelapa. Dari pagi buta ia membantu pamannya memasukan kelapa ke dalam mesin pemeras kelapa menjadi santan.
Eko merasa beruntung bisa ikut menjadi peserta Pelatihan Berbershop Difabel Bisa Berkarya. Harapannya untuk mandiri semakin besar. Ia berharap keahlian yang didapatkan bisa membuka jalan mendapat penghasilan yang lebih baik. Ia berencana membuka jasa cukur rambut di rumahnya.
“Harapannya saya bisa, kalau bisa saya bisa buka di rumah. Saya ucapkan terima kasih kepada DT karena sudah membawa ke sini untuk belajar agar bisa mandiri, kalau punya skill saya akan terus belajar,” ucapnya dengan mata berbinar.
Difabel Juga Bisa
Dari kota yang sama, Cirebon, Fandi belajar dengan tekad yang tidak jauh berbeda Eko. Tambahannya, Fandi punya keinginan untuk membuktikan bahwa kakinya yang “spesial” tidak menghalanginya untuk bisa berkarya seperti orang lain yang dinilai sempurna secara fisik.
Ia sadar tidak sedikit tantangan yang harus dihadapinya untuk belajar menjadi barber dengan kondisi kaki yang terbatas pergerakannya. Namun, dengan penuh semangat dan gigih ia terus belajar hingga bisa sampai di hari pembuktian untuk mempraktikan keahliannya langsung kepada orang.
“Pengen ikut aja. Pengen bisa gitu, orang normal bisa, orang cacat pun bisa! Pelatihannya emang susah, ya in syaa Allah lah yakin bisa. Semangat aja, pengen buktiin, bisa gak kayak orang lain,” ungkapnya penuh semangat.
Fandi merasa sangat senang bisa ikut pelatihan barbershop. Ia mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada para donatur DT Peduli yang telah memberikannya kesempatan untuk belajar. Ia juga tidak lupa menyampaikan terima kasih kepada pendamping dan pelatih yang telah mengajarinya.
“Terima kasih kepada pendamping DT Peduli yang sudah mengajarkan cukur. Saya mengucapkan banyak terima kasih kepada donatur DT Peduli,” tuturnya sambil tersenyum.
Hasil yang Membuktikan
Rasa gugup ternyata juga dirasakan oleh para relawan yang hendak dipotong rambutnya oleh Eko, Fandi, dan peserta difabel lainnya. Bukan karena mereka tidak percaya setelah melihat segala keterbatasan peserta, tapi mereka sadar penuh mereka adalah orang pertama yang menjadi media belajar.
Namun rasa gugup itu hilang seketika, berubah menjadi senyum bercampur kagum melihat hasil karya para peserta difabel. Itulah yang dirasakan Ferry Abu Dzar, salah seorang Pengawas Yayasan DT Peduli.
“Asik ya, barusan dicukur rambut, hari Jumat, bahagia karena bisa ikut sunah dan dicukurnya oleh sahabat-sahabat difabel. Ya mungkin baru latihan tadi awalnya juga deg-degan ya, tapi Alhamdulillah profesionalismennya juga bisa dilihat. Mungkin bisa dilihat ya dari rambut, potongan rambutnya, Alhamdulillah,” ungkap Feri sambil tersenyum menunjukan model rambut barunya.
Iamengingatkan agar nilai-nilai Islam untuk dimasukan ke dalam setiap pelatihan dan dijadikan standard operational procedure (SOP) pelayanan yang dilatihkan kepada para difabel.
“Program ini mengajak temen-temen difabel untuk terus berkarya, sehingga pada akhirnya mengusung kehidupan husnul khatimah, mendapatkan berkah, in syaa Allah,” pungkasnya.
Rumah Karya untuk Difabel Bisa Berkarya
Peduli Difabel menjadi bukti perhatian DT Peduli kepada mereka yang ditakdirkan “spesial”. Bukan hanya bantuan sesaat untuk memenuhi kebutuhan, tapi pemberdayaan pun menjadi program utama. Memberikan pelatihan dan ruang untuk berkarya lengkap dengan pembekalan nilai-nilai Islam khas DT menjadi sebuah keharusan, salah satunya pelatihan barbershop yang hampir rampung dilakukan.
“Selama 8 hari itu, mereka bukan hanya diberikan skill barbershop, tapi kita juga bekali sisi ruhiyahnya. Kita asaramakan di Rumah Peduli Yatim sehingga disamping mereka memiliki skill barbershop, sisi keagamaan/sisi ruhiyah pun didapatkan dengan karakter Baku khas Daarut Tauhiid,” jelas Nurhananda Swara, taf Program Pemberdayaan Kantor Pelaksana Program (KPP) Bandung.
Dua peserta terbaik akan diberikan kesempatan mengelola barbershop dalam naungan Rumah Karya DT Peduli. Gerai barbershop akan dibuka di daerah Gegerkalong dekat Kantor Pusat DT Peduli untuk memberikan layanan kepada mahasiswa dan siswa di sekitar UPI dan Sekolah DT.
Peserta lainnya akan mendapatkan alat barber gratis. Mereka diharapakan bisa membuka barbershop masing-masing di rumahnya.
“Nah, yang dua ini kita fokuskan untuk membuka barbeshop sendiri secara mandiri sehingga ada regenerasi nantinya. Ketika dua ini sudah mandiri, kita rekrut lagi dua orang atau empat orang untuk mengelola berbershop yang nanti kita dirikan dengan nama Rumah Karya di daerah Gerlong,” tutur Hanan.
Rumah Karya adalah sebuah mimpi besar untuk memberikan ruang agar difabel bisa berkarya. Di dalamnya, tidak hanya barbershop, tapi juga karya dari keahliannya, seperti bekam, pijat, katering, dan laundry.
“Kita angkat temanya itu Difabelitas Bisa Berkarya dalam naungan Rumah Karya itu. Mau jahit, laundri, memasak, bekam. Semua!” pungkas Hanan penuh optimis.
Baca juga: Pelatihan Cukur Difabel Wujudkan Impian Hidup Mandiri
Penulis: AID
Editor: Agus ID