Dipublish pada:
Transaksi muamalah di masyarakat bersifat dinamis, berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Zaman dahulu, orang bertransaksi barang dengan barang atau barter. Kemudian ketika ada emas dan perak maka emas dan perak dijadikan alat tukar. Selanjutnya alat tukar pun berubah tidak lagi harus berupa emas dan perak tapi oleh apa pun yang disepakati oleh masyarakat. Bahkan zaman sekarang, uang sudah tidak berwujud lagi, tapi hanya berupa deretan angka atau e-money atau uang digital.
Syariah mensyaratkan bahwa salah satu rukun akad adalah adanya ijab dan kabul sebagai representasi keridhaan kedua belah pihak yang bertransaksi. Zaman dahulu, ijab dan kabul itu dilafazkan dengan sharih atau jelas. “saya serahkan barang dengan harga sekian” sebagai bentuk Ijab dari pihak penjual dan “saya terima barangnya dengan harga sekian” sebagai pernyataan kabul dari pihak pembeli. Namun demikian, dengan perkembangan zaman maka pola ijab kabul pun berubah. Para pedagang biasa melakukan apa yang disebut “al-Muaathah”. Dimana penjual menyerahkan barang dan pembeli menyerahkan uang tanpa ada lafadz yang disampaikan, karena kedua-duanya telah mengetahui dan menyepakati nilai yang ditarnsasikan. Dan hal tersebut dianggap sah sebagai ijab kabul.
Dalam transaksi kurban disunahkan ada ijab dan kabul. Dalam hal ini, lembaga zakat adalah wakil dari mudhahhi yang akan berkurban. Akad wakalah yang dilakukan sebenarnya langsung terjadi ketika pihak mudhahhi mentransfer sejumlah dana sesuai dengan pilihan hewan kurban yang akan ia titipkan penyembelihannya kepada pihak lembaga. Serta akunnya pun akun khusus untuk akad tersebut. Sehingga dengan demikian, hal tersebut telah menunjukan adannya ijab dan kabul terlebih dalam akad kurban biasanya pihak lembaga akan meminta data mudahhi untuk memudahkan proses pelaporan.
Menyaksikan Proses Penyembelihan Hewan Kurban
Salah satu sunah dalam proses penyembelihan hewan kurban adalah mudhahhi menyaksikan langsung proses penyembelihan hewan kurban jika ia tidak bisa menyembelihnya sendiri. Hal tersebut berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh imam Baihaqi
وروى البيهقي بإسناده عن علي بن أبي طالب - رضي الله عنه - أن رسول الله - صلى الله عليه وسلم - قال لفاطمة رضي الله عنها: (يا فاطمة قومي فاشهدي أضحيتك أما إن لك بأول قطرة تقطر من دمها مغفرة لكل ذنب، أما إنه يجاء بها يوم القيامة بلحومها ودمائها سبعين ضعفاً حتى توضع في ميزانك. فقال أبو سعيد الخدري - رضي الله عنه -: يا رسول الله أهذه لآل محمد خاصة فهم أهل لما خصوا به من خير، أو لآل محمد والناس عامة. فقال رسول الله: بل هي لآل محمد وللناس عامة) رواه البيهقي، وقال عمرو بن خالد ضعيف
Dari Ali bin Abi Thalib Ra sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda kepada fatimah Ra : “Hai fatimah, berdirilah dan saksikanlah penyembelihan hewan kurbanmu, karena bagimu dengan setiap tetesan darah yang mengalir dari darahnya ada pengampunan untuk setiap dosa. Dan nanti pada hari kiamat, ia akan datang dengan daging dan darahnya sejumlah tujuh puluh kali lipatnya dan disimpan dalam timbangan amal shalehmu” Abu Said al-Khudry Ra berkata : Wahai Rasulullah apakah hal itu khusus untuk keluarga Muhammad karena mereka memiliki kekhususan dalam kebaikan atau bagi keluarga Muhammad dan semua umat manusia. Maka Rasulullah menjawab : “Hal tersebut berlaku untuk keluarga Muhammad dan semua umat Islam. (Hadis ini dan yang semakna dengannya adalah dhaif tapi bisa diamalkan menurut para ulama)
Pun demikian, hadis ini bukan berarti mereka yang tidak menyaksikan langsung tidak melaksanakan sunah. Hadis ini berlaku jika penyembelihannya dilakukan dekat dengan rumah kita. Tapi jika dilakukan berjauhan maka kita bisa mewakilkan kepada orang lain untuk menyaksikannya. Apalagi jika kurbannya dilaksanakan di daerah yang minus tentu kemanfaatannya akan jauh lebih besar dibandingkan jika kita menyembelihnya di lingkungan kita yang memang sudah terbiasa melakukan kurban. Semuanya pilihan dan insyaa Allah semuanya juga baik.
Penulis: Ustaz Ali Nurdin, Dewan Pengawas Syariah DT Peduli