Dipublish pada:
Tidak gampang menjadi mualaf. Hal demikian dialami Bayu (45), warga Kavling Bukit Kamboja, Kelurahan Sungai Pelunggut, Kecamatan Sagulung, Batam. Banyak cobaan yang membuat hidupnya sebagai mualaf dirasa tak mudah.
Merasa mendapat ketenangan batin yang belum pernah ia rasakan, lelaki asal Suku Dayak ini memutuskan memeluk agama Islam pada 2017 lalu. Keinginan ini pun ditentang keras pihak keluarga, terutama istrinya yang meminta diceraikan setelah itu. Tak hanya itu, beberapa rekannya pun ikut tak senang dengan keputusannya sebgaai mualaf.
“Saya kesulitan mendapat pekerjaan. Teman-teman yang dulu tidak ada yang mau membantu karena agama saya saat ini,” ujar Bayu, pada Kamis (1/8).
Tidak adanya peluang kerja membuat Bayu memutuskan untuk berwirausaha. Dengan meminjam modal dari koperasi, Bayu mencoba peruntungan dengan berjualan makanan cepat saji di salah satu warung di SP Plaza. Sayangnya, persaingan usaha tidak begitu bagus, sementara tagihan yang senantiasa jatuh tempo membuat lelaki paruh baya ini tak mampu lagi membesarkan putri semata wayangnya.
“Akhirnya saya terpaksa menitipkan anak saya ke gereja” ucap Bayu penuh sesal.
Meski berat, Bayu akui tidak sedikit pihak yang mendukungnya saat ingin memeluk Islam.
“Banyak ketua adat Dayak di Kalimantan sana yang mendukung saya masuk Islam,” ujarnya.
Kabar Bayu sampai terdengar oleh tim Daarut Tauhiid (DT) Peduli Batam. Bantuan dari para donatur pun segera digulirkan.
“Saya sudah sadar bahanyanya riba, dan alhamdulillah Daarut Tauhiid membantu dan Insya Allah saya bisa hidup lebih tenang,” kata Bayu penuh haru.
Berkenaan dengan nasib putrinya Bayu, DT Peduli Batam akan segera mengambil tindakan.
“Putri Pak Bayu akan segera kami asuh di Baitul Quran Daarut Tauhiid Batam dan akan kami urus segala keperluannya. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada para donatur yang sudah bersedia meringankan beban saudara-saudara kita,” ujar Staf Program DT Peduli Batam, Devi Oktarina. (Lutfi )