Dipublish pada:
Muharram merupakan bulan pembuka dalam penanggalan tahun Islam (Hijriah). Sejarah 1 Muharram adalah tanda peristiwa hijrahnya Rasulullah saw dari Mekkah ke Madinah pada 622 Masehi.
Muharram memiliki arti ‘dilarang’. Maksudnya adalah sebelum ajaran Islam datang, bulan Muharram dikenal sebagai bulan yang dimuliakan oleh masyarakat Arab Jahiliyah. Mereka biasa menyebutnya sebagai Syahrullah Al-Ashom, yang berarti bulan Allah yang sunyi.
Penyebutan ini dikarenakan begitu kerasnya larangan-larangan terhadap suatu perbuatan yang berpotensi menumpahkan darah selama bulan tersebut. Sehingga, Muharram sebelum Islam dikenal sebagai bulan gencatan senjata atau bulan perdamaian. Dan ketika Islam datang pun, tradisi itu tetap dipertahankan.
Sejarah Tahun Hijriah serta Asal Usulnya
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Fathul-Baari menjelaskan asal muasal lahirnya penanggalan Hijriah. Sejarah kalender Islam diawali ketika Gubernur Abu Musa Al-Asy’ari mengirimkan surat kepada Khalifah Umar Bin Khatab pada tahun 17 Hijriah. Isinya mengungkapkan kebingungan perihal surat yang tidak memiliki tahun.
Pada masa itu, umat muslim masih mengadopsi peradaban Arab pra-Islam dalam menggunakan penanggalan, yaitu menuliskan sebatas bulan dan tanggal tanpa tahun di dalamnya. Hal tersebut menyulitkan Gubernur Abu Musa Al-Asy’ari saat melakukan pengarsipan dokumen. Melalui keresahan tersebut, muncullah gagasan awal untuk menetapkan kalender Islam.
Menindaklanjuti surat dari Abu Musa Al-Asy’ari, Khalifah Umar kemudian memanggil Ali bin Abi Thalib, Abdurrahman bin Auf, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Waqqas, serta Thalhan bin Ubaidillah sebagai tim yang bertugas penyusunan kalender Islam.
Setelah tim disepakati, dimulailah pembahasan mengenai penentuan tahun pertama. Sebagian ada yang mengusulkan di tahun Gajah, yaitu waktu kelahiran Rasulullah saw. Ada pula yang mengusulkan di tahun wafatnya Rasulullah. Ada juga yang mengusulkan di tahun pengangkatan menjadi rasul, hingga opsi di tahun hijrahnya Rasulullah ke Madinah.
Usulan keempat yang disampaikan oleh Ali bin Abi Thalib akhirnya disepakati sebagai awal tahun Islam, yaitu ditandai dengan peristiwa hijrah Rasulullah dari Mekkah ke Madinah. Pendapat tersebut dianggap sebagai peristiwa besar bagi Islam. Hijrah merupakan simbol perpindahan masa jahiliyah ke masyarakat madani.
Keputusan awal tahun telah disepakati, pembahasan selanjutnya adalah bulan pertama yang mengawali tahun Islam.
Usulan bulan Rabi’ Al-Awwal (Rabiul Awal) diajukan sebagai awal bulan untuk memulai tahun. Hal ini dikarenakan Rasulullah hijrah pada bulan tersebut. Akan tetapi, usulan ini ditolak. Khalifah Umar justru memilih bulan Muharram sebagai bulan pertama dalam susunan tahun Hijriyah. Pendapat ini didukung pula oleh Utsman bin Affan.
Alasan lain pemilihan bulan Muharram adalah meskipun hijrah dilakukan di bulan Rabi’ al-Awwal, akan tetapi permulaan hijrah dimulai sejak bulan Muharram. Wacana hijrah dimulai setelah beberapa sahabat membaiat Rasulullah yang dilaksanakan pada pengujung bulan Dzulhijjah.
Nah, bulan yang muncul setelah Dzulhijjah yaitu bulan Muharram. Oleh sebab itu, Muharram dipilih serta disepakati menjadi bulan pembuka dalam tahun Hijriyah.
Keunggulan Bulan Muharram
Setelah mengetahui asal muasal penanggalan Hijriah serta dipilihnya Muharram sebagai awal bulan tahun Islam, terdapat beberapa keunggulan dalam bulan Muharram, di antaranya:
Pertama, Muharram sebagai salah satu bulan haram (mulia).
Penjelasan mengenai Muharram sebagai bulan mulia tersirat dalam firman Allah Ta’ala di surah At-Taubah [9]: 36.
“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) ketetapan Allah (di Lauh Mahfuz) pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram…..”
Ada pun empat bulan haram (mulia) sebagaimana yang dijelaskan oleh At-Thabari dalam tafsirnya yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Kedua, Muharram merupakan bulan Allah (syahrullah).
Mengutip perkataan dari Al-Zamakhsyari yang dinukil dari kitab Faidh Al-Qadir karya Abd Al-Ra’uf al-Munawi, yang mengatakan, “Bulan Muharram ini disebut syahrullah (bulan Allah), disandarkan pada lafazh jalalah ‘Allah’ untuk menunjukkan mulia dan agungnya bulan tersebut, sebagaimana pula kita menyebut ‘Baitullah’ (rumah Allah) atau ‘Ahlullah’ (keluarga Allah) ketika menyebut Quraisy.”
Adanya penyandaran khusus terhadap bulan Muharram menunjukkan keunggulan bulan itu yang tidak kita temui pada bulan selainnya.
Ketiga, adanya anjuran puasa Tasu’a dan ‘Asyura di bulan Muharram. Salah satu keunggulan bulan Muharram adalah adanya anjuran untuk puasa Tasu’a dan ‘Asyura. Sebagaimana yang dikutip dalam hadis riwayat Imam Muslim:
“Puasa yang paling utama setelah Ramadhan ialah puasa di bulan Allah, Muharram.” (HR. Muslim)
Terkait anjuran berpuasa dua hari dalam bulan Muharram berdasarkan sabda Rasullah saw yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Abbas.
“Ketika Rasulullah saw berpuasa pada hari ‘Asyura dan menyuruh para sahabatnya juga berpuasa, maka mereka berkata: ‘Wahai Rasulullah, hari Asyura itu hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani.’ Maka Rasulullah bersabda: ‘Kalau demikian, insya Allah tahun depan kita berpuasa pada hari yang kesembilan.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Demikianlah sejarah penanggalan hijriyah, penentuan bulan sebagai awal tahun Islam, serta keunggulan yang terkandung dalam bulan Muharram. Semoga dengan mengetahuinya, dapat menjadi acuan bagi umat muslim untuk memperbanyak amal ibadah, menjauhkan diri dari perbuatan zalim, dan meningkatkan amalan sedekah bagi mereka yang membutuhkan. (berbagai sumber)
Foto: Detik