Layanan

Donasi

Beranda

Donasi

Layanan

Keluarga Imran: Kompak dan Istiqamah di Tengah Ujian Nyata
 

 

Keluarga Imran: Kompak dan Istiqamah di Tengah Ujian Nyata

Dipublish pada:

28-Dec-23
“Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga Imran melebihi segala umat (pada masa mereka masing-masing), (sebagai) satu keturunan yang sebagiannya (keturunan) dari yang lain. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Ingatlah), ketika istri Imran berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu daripadaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (QS. Ali Imran [3]: 33-35)Imran adalah sosok yang sangat berkomitmen dengan keyakinannya. Ia menjamu diri, keluarga, teman, dan seluruh masyarakat di lingkungan sekitarnya agar mereka berkenan memegang teguh prinsip hidup yang akan memuliakannya di dunia dan di akhirat. Ia adalah keturunan Nabiyullah Ibrahim dari dua garis keturunan yang tersatukan, yaitu Nabi Ismail dan Nabi Ishak (dari anak pertamanya yang bernama Aish, kakak kembar Nabi Ya’qub). Walaupun sangat merindukan kekehadiran ‘buah hati’ sejak dini, namun Allah SWT baru mengaruniakan pada masa tua. Pada saat kondisi tubuh tidak se-fit dan se-enerjik masa mudanya. Inilah ujian pertama yang dihadapi keluarga Imran. Ujian ini diperberat dengan qadarullah yang berkehendak memanggil Imran wafat sebelum masa kelahiran tiba. Sehingga, seluruh harapan dan keinginan Imran bertumpu di ‘pundak’ istri tercintanya. Berdasarkan keterangan dari Ibnu Katsir, istri tercinta Imran bernama Hannah binti Faqud. Ia memiliki adik perempuan yang selanjutnya dinikahi oleh Nabi Zakaria. Walaupun kehidupannya bersama Imran sederhana, namun Hannah senantiasa setia menemani dan mendampinginya.Ketika Allah SWT menganugerahkan kehadiran bayi di rahimnya, Hannah yang sudah berusia lanjut saat itu memanjatkan syukur dan bersegera menyampaikan kabar gembira ini kepada suaminya. Imran turut bergembira dan bersegera memanjatkan syukur kepada Allah Azza wa Jalla.Rasa syukur tidak boleh sebatas kata. Maka, Imran membuat segenap program untuk ‘menjamu’ calon bayi agar terbimbing dengan benar. Tumbuh dan berkembang menjadi generasi harapan yang mampu menjawab tantangan zaman. Ia mengawali dengan mengamanahi istrinya agar telaten menjaga kondisi janin, serta senantiasa memberikan asupan (makanan) dan ‘jamuan’ yang baik sesuai petunjuk Allah. Kewajiban istri taat kepada suaminya dan surga istri ada di suaminya pula. Hannah pun mengikutinya. Bahkan ia bertekad memberikan energi lebih agar bayi yang dikandung sesuai harapan suaminya, meski ajal yang tidak bisa diterka datang menemui suaminya. Di tengah ujian kedua keluarga Imran ini, Hannah tetap mengumpulkan energi untuk tetap fokus dan istiqamah merealisasikan harapan suaminya. Maka, ia bernazar kepada Allah SWT, anak yang dikandung akan ‘dihibahkan’ agar bisa berkhidmat memikul tugas mulia di Baitul Maqdis. Saat kelahiran yang dinanti tiba. Hannah terperanjat mengetahui anak yang dikandungnya berjenis kelamin perempuan. Padahal, para pelayan yang bertugas di Baitul Maqdis semuanya berjenis kelamin laki-laki. Di tengah kebingungan itu, ia lalu berkoordinasi dengan adik iparnya yang telah Allah angkat sebagai nabi-Nya, yaitu Zakaria. Walaupun tampak aneh, Nabi Zakaria menerima dan menyampaikan ia akan mengawal serta menjaga keponakannya sehingga harapan Imran dan Hannah tetap terlaksana. Selanjutnya, Hannah menamai bayi mungilnya dengan nama Maryam. Ia menjaganya sampai masa Maryam bisa dilepaskan untuk bertugas di Baitul Maqdis dalam bimbingan pamannya (Nabi Zakaria). ‘Jamuan’ Hannah menjadi penentu apakah Maryam siap beraktivitas di Baitul Maqdis bersama yang lainnya, atau malah menetapkan mundur disertai berbagai alasan. Syahdan, Maryam menunjukkan sikap terbaiknya. Ia menyatakan siap mengikuti program yang telah disiapkan untuknya. Maka, melalui bimbingan dan pendampingan dari Nabi Zakaria, Maryam mendedikasikan seluruh hidupnya di Baitul Maqdis. Wallahu a’lam. Penulis: Ust. Edu

Ditulis Oleh:

Administrator