Dipublish pada:
DTPEDULI.ORG | SUKABUMI – Angin siang berhembus pelan, menggoyangkan lembaran-lembaran terpal yang menjadi atap sementara bagi belasan keluarga. Di bawahnya, anak-anak duduk bersila di atas tanah keras yang dulu merekah dan menganga saat bumi berguncang diam-diam. Bencana pergerakan tanah yang datang pada Desember 2024 telah merenggut lebih dari sekadar rumah mereka. Bencana itu membawa pergi rasa aman, kestabilan, dan kenyamanan yang dulu mereka kenal.
Enam bulan lebih telah berlalu. Tapi waktu tidak cukup untuk menyembuhkan luka. Warga Kampung Puncak 12, Desa Neglasari, Kecamatan Purabaya, masih tinggal di hunian sementara yang dibangun dari bambu dan terpal seadanya.
Namun di tengah keterasingan itu, pada Sabtu (7/6/2025), cahaya kecil menyusup masuk. Seekor sapi qurban digiring perlahan ke halaman huntara. Dikirim oleh karyawan MTTG Telkom Sukabumi dan disalurkan melalui DT Peduli KPP Sukabumi, hewan itu disambut bukan hanya sebagai bagian dari tradisi Iduladha, tapi sebagai simbol bahwa mereka belum dilupakan.
“Kami tidak punya banyak, tapi hari ini kami merasa kaya. Kaya oleh perhatian, oleh rasa persaudaraan,” tutur Lili Rahman, Kepala Desa Neglasari, dengan suara yang bergetar saat menyaksikan penyembelihan qurban dilakukan di tanah yang pernah retak.
Lili mengenal penderitaan warganya bukan hanya dari laporan di meja kantor desa, tetapi dari langkahnya sendiri mengunjungi satu demi satu tenda, menyimak keluhan mereka yang tidak berani lagi tidur pulas, mendengarkan tangis anak-anak yang takut gempa datang lagi. Ia tahu bagaimana kehidupan mereka bergeser dari rumah menjadi tenda, dari kasur menjadi tikar, dari harapan menjadi hari ke hari yang harus dijalani.
“Kami tidak sedang menuntut. Tapi setiap tangan yang datang membawa bantuan, sekecil apa pun, sangat berarti. Daging qurban ini bukan hanya untuk dimakan. Ia menumbuhkan kembali rasa dimiliki,” ucapnya, sembari menyeka sudut matanya.
Warga bergotong royong menyembelih, membagi, dan memasak daging. Ada yang membakar sate dengan arang seadanya, ada yang memasak gulai di atas tungku kayu bakar. Anak-anak berlari membawa kantong plastik berisi potongan daging untuk keluarga mereka. Hari itu, aroma daging mengalahkan bau lembap dari bambu basah. Senyum lebih banyak muncul daripada keluhan.
Dari balik bilik-bilik huntara, terlihat secercah harapan menyala. Harapan bahwa kepedulian seperti ini akan terus datang. Bahwa mereka, warga desa di ujung Sukabumi ini, tidak sendiri dalam perjuangan mereka. Bahkan di tempat yang jauh dari sorotan, kebaikan masih punya jalan untuk sampai.
“Kami mungkin hidup di antara retakan tanah, tapi kami tidak ingin retak harapan. Hari ini kami buktikan itu,” kata Lili.
Ketika hari mulai meredup, dan sapi qurban telah habis dibagi, warga kembali ke tenda mereka. Tapi kali ini, ada yang berbeda. Ada cerita baru yang bisa mereka sampaikan pada anak-anak mereka. Bahwa pernah, di suatu Iduladha, seekor sapi datang membawa semangat dan mengingatkan mereka bahwa Allah selalu mengirimkan pertolongan lewat tangan-tangan yang peduli.
Begitulah, dari balik terpal yang sederhana, sebuah babak harapan baru dimulai di desa yang dulu retak, namun hari itu terasa utuh kembali.
Penulis: Gyn
Editor: Agus ID