Dipublish pada:
Saat pelaksanaan qurban seringkali ditemui penjagal diupah dengan daging qurban. Apakah diperbolehkan? Berikut jawaban Ustadz Ali Nurdin Anwar Lc. M.E.I dari Dewan Pengawas Syariah DT Peduli:
Tidak menjual sedikit pun dari daging qurban dan tidak pula memberi tukang sembelih (jagal)
dari daging tersebut sebagai upah.
Para ulama bersepakat bahwa pada dasarnya tidak boleh menjual daging, kulit atau apa pun dari bagian hewan kurban. Karena kita berkurban kepada Allah dengan seluruh bagian hewan kurban yang kita sembelih. Hal tersebut berdasarkan beberapa keterangan berikut ini;
Pertama, hadis yang diterima dari Ali bin Abi Tholib rodhiyallohu ‘anhu berkata:
« أَمَرَنِي رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ أَتَصَدَّقَ بِلَحْمِهَا وَجُلُودِهَا وَأَجِلَّتِهَا، وَأَنْ لَا أُعْطِيَ الْجَزَّارَ مِنْهَا»، قَالَ: « نَحْنُ نُعْطِيهِ مِنْ عِنْدِنا »
“Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa alihi wa sallam memerintahkanku untuk mengurus unta (qurban)nya; dengan menyedekahkan dagingnya, kulitnya dan kain penutupnya dan supaya tidak memberi sedikitpun darinya untuk yang menyembelih, beliau berkata: “Kami akan memberinya upah dari kami sendiri”. (muttafaq ‘alaih, Bukhori:1717 dan Muslim:1317)
Kedua, adanya ancaman keras dalam masalah ini, sebagaimana hadis berikut:
مَنْ بَاعَ جِلْدَ أُضْحِيَّتِهِ فَلَا أُضْحِيَّةَ لَهُ
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang menjual kulit hewan qurbannya maka ibadah qurbannya tidak ada nilainya.” (HR. Al Hakim 2/390 & Al Baihaqi. Syaikh Al Albani mengatakan: Hasan)
Kedua hadis di atas dengan sangat jelas melarang untuk menjual bagian apa pun dari hewan kurban dan ini hanya berlaku bagi para pekurban dan panitia kurban dan hasil penjualannya digunakan untuk kemaslahatan pribadi. Tetapi jika yang menjual itu adalah fakir miskin atau yayasan yang menerima kulit atau daging kurban, maka hal tersebut tidak masalah, karena sudah menjadi hak milik mereka.
Tetapi jika pekurban menjual kulit hewan kurban kemudian bersedekah dengan hasil penjualannya kepada fakir miskin, maka ada sebagian ulama yang membolehkan hal tersebut terutama madzhab abu Hanifah dengan alasan kemaslahatan dan agar hasilnya bisa dimanfaatkan oleh para penerimanya. Namun demikian jumhur ulama melarang hal tersebut.
وقال الشوكاني رحمه الله في "نيل الأوطار" (5/153) : " اتفقوا على أن لحمها لا يباع فكذا الجلود. وأجازه الأوزاعي وأحمد وإسحاق وأبو ثور وهو وجه عند الشافعية قالوا : ويصرف ثمنه مصرف الأضحية " انتهى .
As-Syaukani kata dalam kitabnya Nailul Authar : “Para ulama bersepakat, bahwa tidak boleh menjual daging dan juga kulit hewan kurban, akan tetapi Auza’i, Ahmad, Ishaq dan Abu Tsaur demikian juga salah satu pendapat madzhab Syafi’i membolehkan hal tersebut, mereka berkata : “dan uangnya dibagikan kepada yang menerima daging kurban”
Oleh karena itu, sebaiknya yang menjual bukan pekurban atau panitia kurban, akan tetapi mereka yang menerima bagian dari hewan kurban. Sebagai contoh, panitia kurban menyerahkan seluruh kulit hewan kurban kepada panti asuhan, lalu pengurus panti asuhan menjualnya kepada para bandar kulit. Ini perlu dilakukan, agar kulit yang dibagikan tidak menjadi mubazir karena tidak semua orang bisa mengolah kulit dengan demikian. Solusi ini bisa menjadi jalan keluar dari perdebatan fikih berkait dengan penjual daging atau kulit hewan kurban.
Foto: smart-money.co