Sungguh beruntung orang-orang yang menyandarkan
masalahnya kepada Allah Ta’ala. Hatinya selalu lapang, tenang, dan bahagia
sehingga ia melihat dunia ini hanya secuil. Seseorang yang bersandar pada
sebuah tiang akan sangat takut tiangnya diambil karena dia menjadi terguling
dan terjatuh. Bersandar kepada sebuah kursi, takut kursinya diambil. Begitulah orang-orang yang panik dalam kehidupan ini
karena bersandar kepada kedudukannya. Bersandar kepada hartanya, bersandar
kepada penghasilannya, bersandar kepada kekuatan fisiknya, bersandar kepada
depositonya, atau sandaran-sandaran lain. Padahal, semua yang kita sandari sangat mudah bagi Allah
(mengatakan ‘sangat mudah’ juga kurang etis), atau akan ‘sangat mudah sekali’
bagi Allah mengambil apa saja yang kita sandari. Namun, andaikata kita hanya
bersandar kepada Allah yang menguasai setiap kejadian, “Laa khaufun alaihim
walahum yahjanun,” kita tidak pernah akan panik. Insya Allah. Jabatan diambil, tak masalah karena jaminan dari Allah
tidak tergantung jabatan, kedudukan di kantor atau di kampus. Tapi, kedudukan
itu malah memperbudak diri kita. Bahkan tidak jarang menjerumuskan dan
menghinakan kita. Banyak orang terpuruk hina karena jabatan. Maka, kalau kita
bergantung pada kedudukan atau jabatan, kita akan takut kehilangannya. Kita pun
berusaha mati-matian mengamankan dan terkadang bersikap jauh dari kearifan. Tidak apa-apa kita tidak mendapatkan pujian, penghormatan
dari makhluk, tapi mendapat penghormatan yang besar dari Allah Ta’ala.
Percayalah walaupun kita punya gaji 10 juta, tidak sulit bagi Allah sehingga
kita punya kebutuhan 12 juta. Kita punya gaji 15 juta, tapi oleh
Allah diberi penyakit seharga 16 juta, sudah tekor itu. Oleh karena itu, jangan bersandar kepada gaji atau
bersandar kepada tabungan. Punya tabungan, mudah bagi Allah untuk mengambilnya.
Cukup dibuat urusan sehingga kita harus mengganti dan lebih besar dari tabungan
kita. Demi Allah, tidak ada yang harus digantungi selain hanya Ia saja. Punya
bapak seorang pejabat dan punya kekuasaan, mudah bagi Allah memberikan penyakit
kepadanya sehingga tidak bisa melakukan apa pun dan akhirnya harus digantikan. Punya suami gagah perkasa. Begitu kokohnya, lalu kita
merasa aman dengan bersandar kepadanya, apa sulitnya bagi Allah membuat sang
suami mengalami muntaber. Membuatnya sangat sulit berkelahi atau bela diri
dalam keadaan muntaber. Atau Allah kirimkan nyamuk Aides Aigepty betina, lalu
menggigitnya sehingga terjangkit demam berdarah, maka lemahlah dirinya.
Jangankan untuk membela orang lain, membela dirinya sendiri juga sudah sulit
walau ia seorang jago karate.
Semakin kita bergantung pada sesuatu, semakin diperbudak.
Oleh karena itu, para istri jangan terlalu bergantung pada suami. Karena suami
bukanlah pemberi rezeki. Suami hanya salah satu jalan rezeki dari Allah. Suami
setiap saat bisa tidak berdaya. Ketika suami pergi ke kantor, maka istri
hendaknya menitipkan suami dalam penjagaan Allah. Penulis: KH. Abdullah Gymnastiar
Ditulis Oleh:
Administrator